BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan lembaga yang bersifat
kompelek dan unik.[1][1] Sekolah
sebagai organisasi menjadi tempat untuk mengajar dan belajar dan tempat untuk
menerima dan memberi pelajaran. Terdapat orang atau sekelompok orang yang
melakukan hubungan kerjasama yaitu: kepala sekolah, kelompok Guru dan tenaga fungsional yang lain,
kelompok kerja Administrasi/staf, kelompok siswa atau peserta didik dan
kelompok orang tua siswa.[2][2]
Dalam kehidupan organisasi fungsi kepemimpinan adalah bagian dari
tugas utama yang harus dilaksanakan. Dan kepala sekolah yang berhasil apabila
seorang kepala sekolah memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang
kompelek dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai
seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.
Dalam hal ini meningkatkan kualitas pendidikan sebagai kepala
sekolah, Supriadi mengemukakan: Erat hubunganya antara mutu kepala sekolah
dengan aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah,
dan menurutnya prilaku nakal peserta didik.[3][3]
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah ialah mengawasi kinerja guru-gurunya, agar
pelajaran serta output yang dihasilkan dari sekolah tersebut menjadi lebih
baik.
Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd mengatakan: salah satu upaya yang dapat
dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam meningkatkan kemampuan profesional
guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran pendidikan
agama, guru jasmani dan kesehatan, dan guru lainya. Adalah supervise yang
dilakukan secara terus menerus
dan continue.[4][4]
Prof. Dr. Dedi Supriyadi
mengatakan: bahwa guru merupakan segala reformasi dibidang pendidikan,
ia mengatur pendapat Rond Brant hampir semua usaha reformasi dibidang
pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru
pada akhirnya tergantung pada guru, tanpa guru menguasai bahan pembelajaran dan
srategi belajar mengajar. Tanpa mereka dapat mendorong siswa untuk meningkatkan
prestasi yang tinggi. Maka segala upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tidak akan mencapai hasil yang maksimal.[5][5]
Dalam hal kepemimpinan sebagai kepala sekolah, Pidarta mengemukakan
tiga keterampilan yang harus di meliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya, tiga
keterampilan tersebut adalah: keterampilan konseptual yaitu keterampilan untuk
memahami dan mengoperasikan organisasi, keterampilan manusiawi yaitu
keterampilan untuk kerjasama, memotivasi
dan memimpin, dan keterampilan teknik yaitu keterampilan dalam menggunakan
pengetahuan, metode teknik, serta pelengkapan untuk menyelesaikan tugas.[6][6]
Ag. Soejono mengemukakan tugas guru dalam Islam adalah:
1. Wajib
menemukan pembawaan yang ada pada anak didik dengan berbagai cara seperti
observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya.
2. Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan
yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3. Memperlihatkan
kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai
bidang keahlian, keterampilan agar anak
didik memilihnya dengan tepat.
4. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah
perkembangan anak didik berjalan dengan
baik.
5. Memberi
bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik
menemui dalam mengembangakan potensinya.[7][7]
Kepala sekolah sangat bertanggung jawab atas segala tindakan yang
dilakukan oleh bawahan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh guru, siswa, staf dan orang tua siswa tidak dapat
dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hakekat kompetensi guru?
2. Bagaimana peran kepala madrasah dalam meningkatkan
kinerja pegawai dan profesionalisme guru?
3. Bagaimana upaya atau
usaha apa saja yang dilakukan kepala madrasah
dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakekat kompetensi
guru.
2. Untuk mengetahui
peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan
profesionalisme guru.
3. Untuk mengetahui upaya atau usaha apa saja
yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan
profesionalitas guru.
4. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan
kinerja pegawai dan profesionalitas guru.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hakekat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu? Louise Moqvist (2003)
mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual
circumstances relating to the individual and work.” Sementara itu, dari Trainning
Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa: ”A
competence is a description of something which a person who works in a given
occupational area should be able to do. It is a description of an action,
behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa
kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat
dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan,
perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya,
tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai
dengan bidang pekerjaannya.
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad
Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari
bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode
mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan
siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan
patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin
yang menjalankan peran: ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut
wuri handayani.
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional,
pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum
dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
(b) pemahaman terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/ silabus; (d)
perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian
yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e)
berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai
bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b)
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan
metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b)
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan
tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching
Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang
menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What
Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi
utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup
: (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru
tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa
secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those
Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi
mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran
lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan
usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student
Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok
(group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan
siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan
utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn
from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk
memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan
melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek
pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru
memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan
kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c)
guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya.
Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka
Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak
mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan
tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab
guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan
kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan
proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi
satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi
dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat
raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di
tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran
informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal
ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun
masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu
berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan
pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna
mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga
dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran
yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan
kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang
mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari
tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sedang berlangsung.
B.
Peran Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai dan
Profesionalisme Guru
1.
Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah
Menurut Spanbauer para pemimpin dalam menciptakan lingkungan
pendidikan yang baru, dia berpendapat bahwa pemimpin institusi pendidikan harus
memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan karakteristik yang serupa.
Sikap tersebut mendorong terciptanya tanggung jawab bersama-sama serta sebuah
gaya kepemimpinan yang melahirkan lingkungan kerja yang interaktif. Dia
menggambarkan sebuah gaya kepemimpinan di mama pemimpin “harus menjalankan dan
membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi
sedikit, bukan serta merta.” Dalam kesimpulan yang dikemukakan Spanbauer
berkaitan dengan pemimpin, maka pemimpin harus :
a. Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam
aktivitas penyelesaian masalah, dengan menggunakan metode ilmiah dasar,
prinsip-prinsip mutu statistik dan kontrol proses.
b. Memilih untuk meminta pendapat tentang berbagai
hal dan tentang bagaimana cara mereka menjalankan proyek dan tidak sekedar
menyampaikan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
c. Menyampaikan sebanyak mungkin informasi
manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen.
d. Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan
prosedur mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan mutu pada para
pelenggan ( pelajar, orang tua dan patner kerja ).
e. Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan
mutu para guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas ke bawah ( top
–down).
f. Memindahkan tanggung jawab dan kontrol
pengembangantenaga profesional langsung kepada guru dan pekerja teknis.
g. Mengimplementasikan yang sistematis dan
kontinyu di antara setiap orang yang terlibat dalam sekolah.
h. Mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah serta negoisasi dalam rangka menyelesaikan konflik.
i. Memiliki sikap membantu tanpa harus mengetahui
semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa rendah diri.
j. Memberikan teladan yang baik, dengan cara
memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan waktu untuk
melihat-lihat situasi dan kondisi dengan mendengarkan keinginan guru dan staf
lainnya.
k. Belajar berperan sebagai pelatih dan
bukan sebagai bos.
l. Memberikan otonomi dan berani mengambil
resiko.
m. Memberikan perhatian yang berimbang dalam
menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal ( pelajar, orang tua, dan
lainnya) dan pada pelanggan internal ( pengajar, anggota dewan guru, dan
pekerja lainnya).
Selain itu ada beberapa fungsi utama pemimpin sebagai kepala
sekolah yakni ;
a. Memiliki visi mutu terpadu bagi intitusi.
a. Memiliki visi mutu terpadu bagi intitusi.
b. Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses
peningkatan mutu.
c. Mengkomunikasikan pesan mutu.
d. Memastiakan kebutuhan pelanggan menjadi pusat
kebijakan dan praktik insitusi.
e. Mengarahkan perkembangan karyawan.
e. Mengarahkan perkembangan karyawan.
f. Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang
lain saat persoalan muncul tanpa bukti yang nyata.
g. Memimpin inovasi dalam institusi.
h. Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas
telah mendefinisikan tanggung jawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat.
i. Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan,
baik yang bersifat organisasional atau kultural.
j. Membangun tim yang efektif.
k. Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi
dan mengevaluasi kesuksesan.
Aspek penting dari peran pemimpin sebagai kepala madrsah dalam
pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi mereka wewenang yang luas
untuk meningkatkan pembelajaran yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para
pelajar.
Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki peran yang sangat penting
dalam memandu para administrator dan memandu guru untuk bekerja sama dalam
memajukan sekolah/ pendidikan.
Dalam menilai keefektifan suatu organisasi terdapat empat model
pendekatan yaitu: pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment), pendekatan
sistem yang menekankan stabilitas, pendekatan konstituensi strategis yang
menekankan terpenuhinya tuntutan para stakeholder, dan pendekatan nilai-nilai
bersaing yang mempertemukan tiga kriteria yaitu human relation model, open
sistem model, dan rational goal model.
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen
berbasis Madrasah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala madrasah dalam
meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para
guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala madrasah harus dapat
mendorong kinerja para guru dengan menujukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh
pertimbangan terhadap para guru, baik secara individu maupun sebagai
kelompok. Dari banyak definisi tentang kepemimpinan dapat diidentifikasi
bahwa parameter kepemimpinan umumnya diarahkan pada gaya kepemimpinan yang
cocok untuk diterapkan dalam manajemen pendidikan terutama di tingkat madrasah
dan kantor-kantor pendidikan adalah gaya kepemimpinan situasional.
Dalam hal ini kepala madrasah harus mampu bertindak sesuai dengan
situasi dan kondisi tenaga kependidikan. Selain itu kepala madrasah yang
efektif harus mempunyai hukum dasar kepemimpinan yang baik seperti visi yang
utuh, keteladanan, tanggung jawab, pelayanan terbaik, gaya kepemimpinan.
Kepemimpinan yang efektif dimaknai sebagai kepemimpinan yang mampu menghasilkan
gerakan/kegiatan dalam kerangka kepentingan jangka panjang terbaik dari
kelompok (Kotter, 1988: 5).
Untuk mengukur efektivitas kepemimpinan, pada umumnya peneliti
merujuk pada tiga kelompok teori. Pertama adalah Traits Theory.
Teori ini berasumsi bahwa terdapat banyak karakteristik pribadi yang harus
dimiliki oleh seseorang untuk menjadi pemimpin yang efektif. Oleh karena
itu, efektivitas kepemimpinan seseorang diukur pada seberapa banyak
karakteristik yang dipersyaratkan tersebut dimiliki. Kedua adalah
Behavioral Theories. Teori ini berasumsi bahwa keberhasilan atau
efektivitas kepemimpinan dan kepatuhan bawahan terhadap pemimpin ditentukan
oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin. Oleh karena
itu, efektivitas kepemimpinan seseorang diukur pada seberapa tepat seseorang
menerapkan gaya kepemimpinan yang direkomendasikan. Ketiga adalah
Teori-teori Kontingensi. Teori ini mencoba mengakomodasikan variabel
spesifik yang terlibat dalam situasi kepemimpinan. Teori Kontingensi
menitik beratkan analisisnya pada faktor situasi dan menegaskan bahwa
kepemimpinan yang efektif adalah penerapan perilaku kepemimpinan yang tepat
pada situasi yang tepat.
Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa efektivitas kepemimpinan
adalah derajat keberhasilan seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi
dengan cara mempengaruhi pengikutnya melalui kombinasi ideal antara orientasi
pada tugas dan penekanan pada hubungan kemanusiaan sesuai dengan situasi yang
dihadapi.
Dalam hubungan dengan situasi sekolah, Caplow menawarkan
suatu formula yang dinamai SIVA Variabel, yaitu Stability, Integrity,
Voluntarism, dan Achievement. Stability adalah kemampuan organisasi
untuk memelihara atau meningkatkan statusnya dalam hubungannnya dengan
lingkungannya. Integrity ialah kemampuan organisasi untuk mengontrol
konflik internal yang ditunjukkan oleh saling penyesuaian, kurangnya friksi,
intensifnya komunikasi, dan besarnya konsensus. Voluntarism secara
sederhana dapat disamakan dengan moral/semangat kerja yang ditunjukkan dengan
rasa senang, jalinan persahabatan, kepuasan batin, dan keinginan anggota untuk
tetap berpartisipasi sebagai bagian dari organisasi. Achievement ialah
hasil dari kegiatan organisasi yang ditandai dengan keberhasilan dan kegagalan
dalam mendapatkan tujuan umum dan tujuan spesifik dari organisasi. (Drake,
1986: 95).
Dari serangkaian teori seperti dikemukakan di atas, dapat
ditegaskan bahwa peran kepemimpinan kepala sekolah adalah tingkat keberhasilan
kepala sekolah dalam mempengaruhi setiap pengikutnya untuk melakukan
aktivitas sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan kepala sekolah yaitu
menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi (achievement)
atas sasaran administratif dan edukatif.
2. Kinerja Pegawai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kinerja adalah
sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja
(Depdikbud, 503 & 1060). Sedangkan menurut Zainuri (2002), kinerja adalah
pelaksanaan tugas dan kewajiban.
Istilah kinerja sering dikaitkan dengan tugas atau tanggung jawab
sumberdaya dalam suatu organisasi. Kata kinerja ini digunakan untuk menyebutkan
tingkat efektivitas pelaksanaan tugas sumberdaya manusia yang ada, misalnya
kinerja pegawai, guru ataupun kepala sekolah pada suatu sekolah.
Menurut Suparman (2005) sumberdaya manusia sekolah yang dapat
dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri: 1) Pekerjaan adalah miliknya;
2)Bertanggung jawab; 3) Memiliki kontribusi terhadap lingkungan pekerjaannya;
4) Mengetahui poisisi dirinya dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya; dan
5) Pekerjaan merupakan bagian hidupnya. Di satu sisi dapat dikatakan bahwa
kinerja pegawai antara lain dapat dinilai dengan melaksanakan tugas secara
bertanggungjawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan
pekerjaannya secara keseluruhan, sedangkan efektivitas kepemimpinan kepala
sekolah dilihat dari tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam
mempengaruhi setiap pengikutnya untuk melakukan aktivitas atau tugas dan
tanggung jawabnya, sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan kepala sekolah
yaitu menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi
(achievement) atas sasaran administratif dan edukatif.
Dari teori di atas dapat dirumuskan bahwa kinerja pegawai (dalam
hal ini pegawai madrasah) adalah hasil yang dicapai dan kemampuan kerja, atau
tingkat (kualitas) pelaksanaan tugas utama yang diemban pegawai madrasah yang
merupakan tanggung jawabnya. Kinerjanya dapat dinilai efektif apabila
bertanggungjawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan
pekerjaannya secara keseluruhan.
3.
Profesionalitas Guru
Kata profesionalitas, berasal dari kata profesi yang diserap dari
bahasa Inggris profession atau bahasa Belanda professie. Kedua
bahasa tersebut menerima kata tersebut dari bahasa Latin professio yang
berarti pengakuan atau pernyataan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, profesi
adalah: “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu”, atau
pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan
khusus. Dengan demikian, profesi dapat diartikan sebagai keahlian khusus untuk
menangani lapangan kerja tertentu bagi yang membutuhkannya. Sedangkan kata
professional merupakan kata sifat yang berarti pencaharian, dan sebagai kata
benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian tertentu, seperti: guru,
dokter, hakim, dan lain-lain (Usman, 2000: 14).
Saat ini kita hidup pada era knowledge based economy.
Artinya sistem ekonomi secara global berjalan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dampaknya, negara yang memiliki dan menguasai ilmu
pengetahuan yang kuat akan menguasai ekonomi. Secara langsung ataupun tidak
langsung, hal tersebut berimplikasi terhadap pendidikan. Sebagai orang yang
memikul tanggung jawab sebagai pendidik dan bertanggung jawab tentang
pendidikan peserta didik (Barnadib, 1993: 61), implikasi tersebut sangat
terkait dengan profesionalisme pada pekerjaan guru. Karena dengan guru yang
memiliki profesionalisme yang tinggi, pendidikan akan bisa ditingkatkan
kualitasnya. Kualitas pendidikan yang baik pada akhirnya akan meningkatkan daya
saing bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian meningkatkan profesionalisme guru, merupakan suatu
hal yang sangat urgen. Menurut Houle, beberapa syarat terciptanya
profesionalisme guru antara lain: seorang guru harus memiliki landasan
pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar
KKN), memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, dan ada kerja sama dan kompetisi
yang sehat antar sejawat. Selain itu, ada kesadaran profesional yang tinggi,
memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), memiliki sistem sanksi profesi, ada
militansi individual, serta memiliki organisasi profesi (Suyanto, 2004).
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan
kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan
pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah:
kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran,
kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang
hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat.
Dengan kata lain pekerjaan mendidik (guru) memerlukan standar
profesi khusus. Di antaranya mengharuskan guru untuk (1) menguasai kurikulum,
(2) menguasai materi pelajaran, (3) menguasai teknik dan metode mengajar, (4)
komitmen pada tugas, dan (5) berdisiplin tinggi. Kelima hal itu menjadi syarat
minimal jika kita mengendalikan dunia pendidikan, dapat secepatnya menggapai
tujuan seperti yang kita cita-citakan bersama.
C.
Upaya atau Usaha yang Dilakukan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan
Kinerja Pegawai dan Profesionalitas Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru
dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya.
Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari
setiap jenis kompetensi, sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif
kebijakan pemerintah, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu
yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan
upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi
peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan
bahwa “kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja
personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digaris bawahi
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya
berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan
isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam perspektif kebijakan
pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala
sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3)
administrator; (4) supervisor (pengawas); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta
iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan
oleh Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan
antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru:
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan
guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan
kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan
senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara
terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus
dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat
memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat
melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan
dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP tingkat
sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya, atau
melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti: kesempatan
melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang
diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk
tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa
besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru
tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh
karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai
bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran,
secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat
dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran
secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang
digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004).
Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru
dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang
bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut
tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002)
mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang
cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah
sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah
mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus
betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah
dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak
menguasainya dengan baik.
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat
menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan
kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya
kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan
yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru,
seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara
tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan
kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat
sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani
mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan
(7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru
lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai
usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya
menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) para guru akan bekerja lebih
giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan
kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru
sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan
dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang
dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun
sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan
sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran
E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003).
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan
peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan
pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala
sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan
perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam
hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi
gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas,
secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
:
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi
personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung
jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru
untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan
kompetensinya.
4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer,
administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun
sebagai wirausahawan.
5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran
yang diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat
membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung
: PT. Remaja Rosda Karya, 2008
Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosda.
Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan.
E. Mulyasa, Manejemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 2007
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung :
PT. Remaja Rosda Karya, 2007
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya
Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan
Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
Wahjo Suminjo, Kepemimpinan Kepala sekolah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Perseda, 2007
Wahjo Suminjo, Keterampilan Kepala sekolah, ( Bandung : PT.
Raja Grafindo Perseda, 2007
[1][1]Wahjo Suminjo, Kepemimpinan
Kepala sekolah, ( Jakarta : PT. Raja
Grafindo Perseda, 2007), Hal. 81
[2][2]Wahjo Suminjo, Keterampilan
Kepala sekolah, ( Bandung : PT. Raja
Grafindo Perseda, 2007), Hal. 136
[3][3]E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007), Hal.
24
[5][5] Dedi Supriadi,
Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosda
karya, 2008 ), Hal. 79
[7][7]Ahmad tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (
Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008 ), Hal. 76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar