Total Tayangan Halaman

Senin, 22 Juni 2015

Makalah “Peran Kepala Sekolah (Madrasah) dalam Peningkatan Kinerja Guru: Perspektif Islam”



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sekolah merupakan lembaga yang bersifat kompelek dan unik.[1][1] Sekolah sebagai organisasi menjadi tempat untuk mengajar dan belajar dan tempat untuk menerima dan memberi pelajaran. Terdapat orang atau sekelompok orang yang melakukan hubungan kerjasama yaitu: kepala sekolah, kelompok  Guru dan tenaga fungsional yang lain, kelompok kerja Administrasi/staf, kelompok siswa atau peserta didik dan kelompok orang tua siswa.[2][2]
Dalam kehidupan organisasi fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. Dan kepala sekolah yang berhasil apabila seorang kepala sekolah memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompelek dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.
Dalam hal ini meningkatkan kualitas pendidikan sebagai kepala sekolah, Supriadi mengemukakan: Erat hubunganya antara mutu kepala sekolah dengan aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurutnya prilaku nakal peserta didik.[3][3]
Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah  ialah mengawasi kinerja guru-gurunya, agar pelajaran serta output yang dihasilkan dari sekolah tersebut menjadi lebih baik.
Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd mengatakan: salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam meningkatkan kemampuan profesional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran pendidikan agama, guru jasmani dan kesehatan, dan guru lainya. Adalah supervise yang dilakukan secara terus  menerus dan continue.[4][4]
Prof. Dr. Dedi Supriyadi  mengatakan: bahwa guru merupakan segala reformasi dibidang pendidikan, ia mengatur pendapat Rond Brant hampir semua usaha reformasi dibidang pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru pada akhirnya tergantung pada guru, tanpa guru menguasai bahan pembelajaran dan srategi belajar mengajar. Tanpa mereka dapat mendorong siswa untuk meningkatkan prestasi yang tinggi. Maka segala upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.[5][5]
Dalam hal kepemimpinan sebagai kepala sekolah, Pidarta mengemukakan tiga keterampilan yang harus di meliki oleh kepala sekolah  untuk menyukseskan kepemimpinannya, tiga keterampilan tersebut adalah: keterampilan konseptual yaitu keterampilan untuk memahami dan mengoperasikan organisasi, keterampilan manusiawi yaitu keterampilan untuk  kerjasama, memotivasi dan memimpin, dan keterampilan teknik yaitu keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode teknik, serta pelengkapan untuk menyelesaikan tugas.[6][6]
Ag. Soejono mengemukakan tugas guru dalam Islam adalah:
      1.  Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan  sebagainya.
      2.  Berusaha  menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
      3.  Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang  keahlian, keterampilan agar anak didik memilihnya dengan tepat.
      4.  Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan  baik.
      5.  Memberi bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik  menemui dalam mengembangakan potensinya.[7][7]
Kepala sekolah sangat bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan yaitu perbuatan yang dilakukan oleh guru,  siswa, staf dan orang tua siswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan hakekat kompetensi guru?
2.      Bagaimana peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalisme guru?
3.      Bagaimana upaya atau usaha apa saja yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru?
C.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui hakekat kompetensi guru.
2.      Untuk mengetahui peran kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalisme guru.
3.      Untuk mengetahui upaya atau usaha apa saja yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru.
4.      Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan kinerja pegawai dan profesionalitas guru.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Hakekat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work.” Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa: ”A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.

Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
B.       Peran Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai dan Profesionalisme Guru
1.      Peran  Kepemimpinan Kepala Sekolah
Menurut Spanbauer para pemimpin dalam menciptakan lingkungan   pendidikan yang baru, dia berpendapat bahwa pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan karakteristik yang serupa. Sikap tersebut mendorong terciptanya tanggung jawab bersama-sama serta sebuah gaya kepemimpinan yang melahirkan lingkungan kerja yang interaktif. Dia menggambarkan sebuah gaya kepemimpinan di mama pemimpin “harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan serta merta.” Dalam kesimpulan yang dikemukakan Spanbauer berkaitan dengan pemimpin, maka pemimpin harus :
a.   Melibatkan para guru dan seluruh staf dalam aktivitas penyelesaian masalah, dengan menggunakan metode ilmiah dasar, prinsip-prinsip mutu statistik dan kontrol proses.
b.   Memilih untuk meminta pendapat tentang berbagai hal dan tentang bagaimana cara mereka menjalankan proyek dan tidak sekedar menyampaikan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
c.   Menyampaikan sebanyak mungkin informasi manajemen untuk membantu pengembangan dan peningkatan komitmen.
d.   Menanyakan pendapat staf tentang sistem dan prosedur mana saja yang menghalangi mereka dalam menyampaikan mutu pada para pelenggan ( pelajar, orang tua dan patner kerja ).
e.    Memahami bahwa keinginan untuk meningkatkan mutu para guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen atas ke bawah ( top –down).
f.    Memindahkan tanggung jawab dan kontrol pengembangantenaga profesional langsung kepada guru dan pekerja teknis.
g.    Mengimplementasikan yang sistematis dan kontinyu di antara setiap orang yang terlibat dalam sekolah.
h.    Mengembangkan kemampuan  pemecahan masalah serta negoisasi dalam rangka menyelesaikan konflik.
i.    Memiliki sikap membantu tanpa harus mengetahui semua jawaban bagi setiap masalah dan tanpa rasa rendah diri.
j.    Memberikan teladan yang baik, dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan menggunakan waktu untuk melihat-lihat situasi dan kondisi dengan mendengarkan keinginan guru dan staf lainnya.
k.    Belajar  berperan sebagai pelatih dan bukan sebagai bos.
l.     Memberikan otonomi dan berani mengambil resiko.
m.   Memberikan perhatian yang berimbang dalam menyediakan mutu bagi para pelanggan eksternal ( pelajar, orang tua, dan lainnya) dan pada pelanggan internal ( pengajar, anggota dewan guru, dan pekerja lainnya).
Selain itu ada beberapa fungsi utama pemimpin sebagai kepala sekolah yakni ;
a.   Memiliki visi mutu terpadu bagi intitusi.
b.   Memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu.
c.   Mengkomunikasikan pesan mutu.
d.   Memastiakan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktik insitusi.
e.   Mengarahkan perkembangan karyawan.
f.   Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa bukti yang nyata.
g.   Memimpin inovasi dalam institusi.
h. Mampu memastikan bahwa struktur  organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggung jawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat.
i.   Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional atau kultural.
j.   Membangun tim yang efektif.
k.  Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
Aspek penting dari peran pemimpin sebagai kepala madrsah dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar.
Kepala sekolah sebagai pemimpin memiliki peran yang sangat penting dalam memandu para administrator dan memandu guru untuk bekerja sama dalam memajukan sekolah/ pendidikan.
Dalam menilai keefektifan suatu organisasi terdapat empat model pendekatan yaitu: pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment), pendekatan sistem yang menekankan stabilitas, pendekatan konstituensi strategis yang menekankan terpenuhinya tuntutan para stakeholder, dan pendekatan nilai-nilai bersaing yang mempertemukan tiga kriteria yaitu human relation model, open sistem model, dan rational goal model.
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis Madrasah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala madrasah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala madrasah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menujukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap para guru, baik secara individu maupun sebagai kelompok.  Dari banyak definisi tentang kepemimpinan dapat diidentifikasi bahwa parameter kepemimpinan umumnya diarahkan pada gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan dalam manajemen pendidikan terutama di tingkat madrasah dan kantor-kantor pendidikan adalah gaya kepemimpinan situasional.
Dalam hal ini kepala madrasah harus mampu bertindak sesuai dengan situasi dan kondisi tenaga kependidikan. Selain itu kepala madrasah yang efektif harus mempunyai hukum dasar kepemimpinan yang baik seperti visi yang utuh, keteladanan, tanggung jawab, pelayanan terbaik, gaya kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif dimaknai sebagai kepemimpinan yang mampu menghasilkan gerakan/kegiatan dalam kerangka kepentingan jangka panjang terbaik dari kelompok (Kotter, 1988: 5).
Untuk mengukur efektivitas kepemimpinan, pada umumnya peneliti merujuk pada tiga kelompok teori.  Pertama adalah Traits Theory.  Teori ini berasumsi bahwa terdapat banyak karakteristik pribadi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjadi pemimpin yang efektif.  Oleh karena itu, efektivitas kepemimpinan seseorang diukur pada seberapa banyak karakteristik yang dipersyaratkan tersebut dimiliki.  Kedua adalah Behavioral Theories. Teori ini berasumsi bahwa keberhasilan atau efektivitas kepemimpinan dan kepatuhan bawahan terhadap pemimpin ditentukan oleh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin.  Oleh karena itu, efektivitas kepemimpinan seseorang diukur pada seberapa tepat seseorang menerapkan gaya kepemimpinan yang direkomendasikan.  Ketiga adalah Teori-teori Kontingensi.  Teori ini mencoba mengakomodasikan variabel spesifik yang terlibat dalam situasi kepemimpinan.  Teori Kontingensi menitik beratkan analisisnya pada faktor situasi dan menegaskan bahwa kepemimpinan yang efektif adalah penerapan perilaku kepemimpinan yang tepat pada situasi yang tepat.
Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa efektivitas kepemimpinan adalah derajat keberhasilan seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi dengan cara mempengaruhi pengikutnya melalui kombinasi ideal antara orientasi pada tugas dan penekanan pada hubungan kemanusiaan sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Dalam hubungan dengan situasi sekolah, Caplow  menawarkan suatu formula yang dinamai SIVA Variabel, yaitu Stability, Integrity, Voluntarism, dan Achievement.   Stability adalah kemampuan organisasi untuk memelihara atau meningkatkan statusnya dalam hubungannnya dengan lingkungannya.  Integrity ialah kemampuan organisasi untuk mengontrol konflik internal yang ditunjukkan oleh saling penyesuaian, kurangnya friksi, intensifnya komunikasi, dan besarnya konsensus. Voluntarism secara sederhana dapat disamakan dengan moral/semangat kerja yang ditunjukkan dengan rasa senang, jalinan persahabatan, kepuasan batin, dan keinginan anggota untuk tetap berpartisipasi sebagai bagian dari organisasi.  Achievement ialah hasil dari kegiatan organisasi yang ditandai dengan keberhasilan dan kegagalan dalam mendapatkan tujuan umum dan tujuan spesifik dari organisasi. (Drake, 1986: 95).
Dari serangkaian teori seperti dikemukakan di atas, dapat ditegaskan bahwa peran kepemimpinan kepala sekolah adalah tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam  mempengaruhi setiap pengikutnya untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan kepala sekolah yaitu menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi (achievement) atas sasaran administratif dan edukatif.
2.    Kinerja Pegawai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja (Depdikbud, 503 & 1060). Sedangkan menurut Zainuri (2002), kinerja adalah pelaksanaan tugas dan kewajiban.
Istilah kinerja sering dikaitkan dengan tugas atau tanggung jawab sumberdaya dalam suatu organisasi. Kata kinerja ini digunakan untuk menyebutkan tingkat efektivitas pelaksanaan tugas sumberdaya manusia yang ada, misalnya kinerja pegawai, guru ataupun kepala sekolah pada suatu sekolah.
Menurut Suparman (2005) sumberdaya manusia sekolah yang dapat dikatakan mandiri apabila memiliki ciri-ciri: 1) Pekerjaan adalah miliknya; 2)Bertanggung jawab; 3) Memiliki kontribusi terhadap lingkungan pekerjaannya; 4) Mengetahui poisisi dirinya dan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya; dan 5) Pekerjaan merupakan bagian hidupnya. Di satu sisi dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai antara lain dapat dinilai dengan melaksanakan tugas secara bertanggungjawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan pekerjaannya secara keseluruhan, sedangkan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah dilihat dari tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam  mempengaruhi setiap pengikutnya untuk melakukan aktivitas atau tugas dan tanggung jawabnya, sehingga dapat mewujudkan tercapainya tujuan kepala sekolah yaitu menciptakan stabilitas, integritas, voluntaritas, dan prestasi (achievement) atas sasaran administratif dan edukatif.
Dari teori di atas dapat dirumuskan bahwa kinerja pegawai (dalam hal ini pegawai madrasah) adalah hasil yang dicapai dan kemampuan kerja, atau tingkat (kualitas) pelaksanaan tugas utama yang diemban pegawai madrasah yang merupakan tanggung jawabnya. Kinerjanya dapat dinilai efektif apabila bertanggungjawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan pekerjaannya secara keseluruhan.
3.      Profesionalitas Guru
Kata profesionalitas, berasal dari kata profesi yang diserap dari bahasa Inggris profession atau bahasa Belanda professie. Kedua bahasa tersebut menerima kata tersebut dari bahasa Latin professio yang berarti pengakuan atau pernyataan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, profesi adalah: “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu”, atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus. Dengan demikian, profesi dapat diartikan sebagai keahlian khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu bagi yang membutuhkannya. Sedangkan kata professional merupakan kata sifat yang berarti pencaharian, dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian tertentu, seperti: guru, dokter, hakim, dan lain-lain (Usman, 2000: 14).
Saat ini kita hidup pada era knowledge based economy. Artinya sistem ekonomi secara global berjalan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi. Dampaknya, negara yang memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan yang kuat akan menguasai ekonomi. Secara langsung ataupun tidak langsung, hal tersebut berimplikasi terhadap pendidikan. Sebagai orang yang memikul tanggung jawab sebagai pendidik dan bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik (Barnadib, 1993: 61), implikasi tersebut sangat terkait dengan profesionalisme pada pekerjaan guru. Karena dengan guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi, pendidikan akan bisa ditingkatkan kualitasnya. Kualitas pendidikan yang baik pada akhirnya akan meningkatkan daya saing bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian meningkatkan profesionalisme guru, merupakan suatu hal yang sangat urgen. Menurut Houle, beberapa syarat terciptanya profesionalisme guru antara lain: seorang guru harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN), memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, dan ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat. Selain itu, ada kesadaran profesional yang tinggi, memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), memiliki sistem sanksi profesi, ada militansi individual, serta memiliki organisasi profesi (Suyanto, 2004).
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat.
Dengan kata lain pekerjaan mendidik (guru) memerlukan standar profesi khusus. Di antaranya mengharuskan guru untuk (1) menguasai kurikulum, (2) menguasai materi pelajaran, (3) menguasai teknik dan metode mengajar, (4) komitmen pada tugas, dan (5) berdisiplin tinggi. Kelima hal itu menjadi syarat minimal jika kita mengendalikan dunia pendidikan, dapat secepatnya menggapai tujuan seperti yang kita cita-citakan bersama.
C.      Upaya atau Usaha yang Dilakukan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai dan Profesionalitas Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digaris bawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam perspektif  kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (pengawas); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru:
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti: kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003).
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya.
4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai wirausahawan.
5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : PT. Remaja   Rosda Karya, 2008
Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan,  Bandung : PT. Remaja Rosda.
Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
E. Mulyasa, Manejemen Berbasis Sekolah, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
Wahjo Suminjo, Kepemimpinan Kepala sekolah,  Jakarta : PT. Raja  Grafindo Perseda, 2007
Wahjo Suminjo, Keterampilan Kepala sekolah, ( Bandung : PT. Raja  Grafindo Perseda, 2007



[1][1]Wahjo Suminjo, Kepemimpinan Kepala sekolah, ( Jakarta : PT. Raja  Grafindo Perseda, 2007), Hal. 81
[2][2]Wahjo Suminjo, Keterampilan Kepala sekolah, ( Bandung : PT. Raja  Grafindo Perseda, 2007), Hal. 136
[3][3]E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007), Hal. 24
[4][4] Wahjo Sumidjo, Op.Cit, Hal. 83
[5][5] Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosda karya,  2008 ), Hal. 79
[6][6]E. Mulyasa, Manejemen Berbasis Sekolah, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2007 ), Hal.126
[7][7]Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,  ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2008 ), Hal. 76